Skip to content

Alfiananda's Blog

Just another WordPress.com weblog

Kita tahu di Dunia ini negara yang paling banyak kuantitas warga Islam adalah negara Indonesia yang mencapai lebih dari 196 juta penduduk. Namun mengapa sering kita jumpai dan tahu bahwa bencana di Indonesia tak kunjung mereda namun bahkan cenderung semakin bermunculan.Dalam benak kita mestilah tergelitik mengapa sampai terjadi.Artikel di bawah ini berasal dari majalah Cahaya Sufi edisi agustus 2006 semoga bermanfaat Amin

Pertanyaan anda barangkali juga menjadi kegalauan bagi ummat islam, dengan pertanyaan yang sama.Misteri apa dibalik semua ini?

1.      Allah menguji manusia dengan hal-hal yang buruk dan hal-hal yang baik.Untuk mengukur sejauh mana kesalehan tindakannya di dunia sebagai hamba.dan sekaligus apakah seorang hamba lulus menghadapi ujian-ujian itu. jika ia lulus ia naik derajat dan jika tidak, ia terdegradasi.

2.      Allah menyeleksi para hambaNya dari semua level dan kalangan.Mulai dari paling awam, peling elit ataupun dari kalangan biasa,pejabat, politisi,pengusaha, ustadz, kyai, ulama, dan tukang becak. Nilai derajat itu ditentukan, apakah sang hamba sabar dan

Continue reading this article ›

Tags:

Sajak surya kelakar

Tulisan hitam dari sarang gersang

Biduk berlayar menanti kabar

Aku menikmati Rindu

Kabar surya bagaimana Hilang

Menantikan usaha ini rasa romantis

Berjalan dengan rindu

kutapak, jalan perlahan asal nampak

kuseret maupun kupaksa laju seumur-umur

Biduk ini tak lagi bergerak

MALANG, 24 OKTOBER 2010

Tentunya tak asing ditelinga kita tentang cita-cita suatu harapan tentang kesuksesan ataupun keberhasilan, yang mulanya juga mungkin tak lebih dari suatu pandangan akan bayang bayang hidup yang serba nikmat ataupun penuh dengan suka cita. Tentulah itu hanya mula dari pandangan kala kita masih sering “dikudang” oleh nenek atau kakek kita masa lampau. Namun seiring proses pembelajaran dewasa yang kita alami dari tempat, komunitas dan waktu yang berbeda tentunya menempa kita agar berpikir ulang tentang Cita-cita yang telah kita rencanakan lampu. Mungkin akan berubah ataupun akan menjadi lebih kuat cita-cita tersebut tergantung kita bagaimana kita menyikapi proses tersebut. seperti suatu ungkapan “kejarlah cita-citamu setinggi mungkin” yang merupakan mantra kalangan umum untuk tak pernah menyerah dalam mengejarnya.

 

Entah dalam usaha maupun motivasi agar menjadi nyata.

Continue reading this article ›

Maaf untuk beberapa waktu yang lalu sempat vakum pada aktivitas blog yang ada ini, dikarenakan sedang adaptasi dengan perkuliahan maklum baru masuk semester dua bang, hehehe. Untuk kali ini dengan semangat dan tujuan yang baru saya akan memperbaiki dan merawat lagi blog saya ini. Untuk kembali aktif memang membutuhkan niat dan keratifitas maka dari itu silahkan mungkin bila saudara-saudara memiliki saran dan kritik bagi saya untuk mengaktifkan kembali blog saya ini.

Untuk beberapa pertanyaan yang belum saya jawab mohon maaf. Dalam blog ini juga telah terdapat juga blog-blog yang berkaitan dengan begitu silahkan mungkin jawabannya bisa anda cari pada blog-blog tersebut. Untuk pembaca yang budiman bisa koment untuk saran dan kritik di postingan ini, untuk kurang lebihnya salam.

KH. Bisri Musthofa dilahirkan di desa Pesawahan, Rembang, Jawa Tengah, pada tahun 1915 dengan nama asli Masyhadi. Nama Bisri ia pilih sendiri sepulang dari menunaikan ibadha haji di kota suci Mekah. Beliau adalah putra pertama dari empat bersaudara pasangan H. Zaenal Musthofa dengan isteri keduanya yang bernama Hj. Khatijah. Tidak diketahui jelas silsilah kedua orangtua KH. Bisri Musthofa ini, kecuali catatan KH. Bisri Musthofa yang menyatakan bahwa kedua orangtuanya tersebut sama-sama cucu dari Mbah Syuro, seorang tokoh yang disebut-sebut sebagai tokoh kharismatik di Kecamatan Sarang. Namun, sayang sekali, mengenai Mbah Syuro ini pun tidak ada informasi yang pasti dari mana asal usulnya (KH. Bisri Musthofa: 1977, 1).

Di usianya yang keduapuluh, KH. Bisri Musthofa dinikahkan oleh gurunya yang bernama Kiai Cholil dari Kasingan (tetangga desa Pesawahan) dengan seorang gadis bernama Ma’rufah (saat itu usianya 10 tahun), yang tidak lain adalah puteri Kiai Cholil sendiri. Belakangan diketahui, inilah alasan Kiai Cholil tidak memberikan izin kepada KH. Bisri Musthofa untuk melanjutkan studi ke pesantren Termas yang waktu itu diasuh oleh K. Dimyati. Dari perkawinannya inilah, KH. Bisri Musthofa dianugerahi delapan anak, yaitu Cholil, Musthofa, Adieb, Faridah, Najihah, Labib, Nihayah dan Atikah. Cholil (KH. Cholil Bisri) dan Musthofa (KH. Musthofa Bisri) merupakan dua putera KH. Bisri Musthofa yang saat ini paling dikenal masyarakat sebagai penerus kepemimpinan pesantren yang dimilikinya. KH. Bisri Musthofa wafat pada tanggal 16 Februari 1977 (KH. Bisri Musthofa: 1977, 15).

Pendidikan
KH. Bisri Musthofa lahir dalam lingkungan pesantren, karena memang ayahnya seorang kiai. Sejak umur tujuh tahun, beliau belajar di sekolah Jawa “Angka Loro” di Rembang. Di sekolah ini, KH. Bisri Musthofa tidak sampai selesai karena ketika hampir naik kelas dua beliau terpaksa meninggalkan sekolah, tepatnya diajak oleh orangtuanya menunaikan ibadah haji di Mekah. Rupanya, inilah masa di mana beliau harus merasakan kesedihan mendalam karena dalam perjalanan pulang di pelabuhan Jedah, ayahnya yang tercinta wafat setelah sebelumnya menderita sakit di sepanjang pelaksanaan ibadah haji (KH. Saifuddin Zuhri : 1983, 24).

Sepulang dari tanah suci, KH. Bisri Musthofa sekolah di Holland Indische School (HIS) di Rembang. Tak lama kemudian ia dipaksa keluar oleh Kiai Cholil (guru di pondok dan belakangan jadi mertua) dengan alasan sekolah tersebut milik Belanda dan kembali lagi ke sekolah “Angka Loro” sampai mendapatkan serifikat dengan masa pendidikan empat tahun. Pada usia 10 tahun (tepatnya pada tahun 1925), KH. Bisri Musthofa melanjutkan pendidikannya ke pesantren Kajen, Rembang. Pada tahun 1930, KH. Bisri Musthofa belajar di pesantren Kasingan pimpinan Kiai Cholil (KH. Bisri Musthofa: 1977, 8-9).

Setahun setelah dinikahkan oleh Kiai Cholil dengan putrinya yang bernama Marfu’ah itu, KH. Bisri Musthofa berangkat lagi ke Mekah untuk menunaikan ibadah haji bersama-sama dengan beberapa anggota keluarga dari Rembang. Namun, seusai haji, KH. Bisri Musthofa tidak pulang ke tanah air, melainkan memilih bermukim di Mekah dengan tujuan menuntut ilmu di sana.

Di Mekah, pendidikan yang dijalani KH. Bisri Musthofa bersifat non-formal. Beliau belajar dari satu guru ke guru lain secara langsung dan privat. Di antara guru-guru beliau terdapat ulama-ulama asal Indonesia yang telah lama mukim di Mekah. Secara keseluruhan, guru-guru beliau di Mekah adalah: (1) Syeikh Baqir, asal Yogyakarta. Kepada beliau, KH. Bisri Musthofa belajar kitab Lubbil Ushul, ‘Umdatul Abrar, Tafsir al-Kasysyaf; (2) Syeikh Umar Hamdan al-Maghriby. Kepada beliau, KH. Bisri Musthofa belajar kitab hadits Shahih Bukhari dan Muslim; (3) Syeikh Ali Maliki. Kepada beliau, KH. Bisri Musthofa belajar kitab al-Asybah wa al-Nadha’ir dan al-Aqwaal al-Sunnan al-Sittah; (4) Sayid Amin. Kepada beliau, KH. Bisri Musthofa belajar kitab Ibnu ‘Aqil; (5) Syeikh Hassan Massath. Kepada beliau, KH. Bisri Musthofa belajar kitab Minhaj Dzawin Nadhar; (6) Sayid Alwi. Kepada beliau, KH. Bisri Musthofa belajar tafsir al-Qur’an al-Jalalain; (7) KH. Abdullah Muhaimin. Kepada beliau, KH. Bisri Musthofa belajar kitab Jam’ul Jawami’ (KH. Bisri Musthofa: 1977, 18).

Dua tahun lebih KH. Bisri Musthofa menuntut ilmu di Mekah. KH. Bisri Musthofa pulang ke Kasingan tepatnya pada tahun 1938 atas permintaan mertuanya.

Setahun kemudian, mertuanya (Kiai Kholil) meninggal dunia. Sejak itulah KH. Bisri Mustofa menggantikan posisi guru dan mertuanya itu sebagai pemimpin pesantren.

Dalam mengajar para santrinya, beliau melanjutkan sistem yang dipergunakan kiai-kiai sebelumnya yaitu menggunakan sistem balah (bagian) menurut bidangnya masing-masing. Beberapa kitab yang diajarkan langsung kepada para santrinya adalah Shahih Bukhari, Shahih Muslim, Alfiyah Ibn Malik, Fath al-Mu’in, Jam’ul Jawami’, Tafsir al-Qur’an, Jurumiyah, Matan ‘Imrithi, Nadham Maqshud, ‘Uqudil Juman, dan lain-lain.

Di samping kegiatan mengajar di pesantren, beliau juga aktif pula mengisi ceramah-ceramah (pengajian) keagamaan. Penampilannya di atas mimbar amat mempesona para hadirin yang ikut mendengarkan ceramahnya sehingga beliau sering diundang untuk mengisi ceramah dalam berbagai kesempatan di luar daerah Rembang, seperti Kudus, Demak, Lasem, Kendal, Pati, Pekalongan, Blora dan daerah-daerah lain di Jawa tengah.

KH. Bisri Musthofa memiliki banyak murid. Di antara murid-muridnya yang menonjol adalah KH. Saefullah (pengasuh sebuah pesantren di Cilacap Jawa Tengah), KH. Muhammad Anshari (Surabaya), KH. Wildan Abdul Hamid (pengasuh sebuah pesantren di Kendal), KH. Basrul Khafi, KH. Jauhar, Drs. Umar Faruq SH, Drs. Ali Anwar (Dosen IAIN Jakarta), Drs. Fathul Qorib (Dosen IAIN Medan), H. Rayani (Pengasuh Pesantren al-Falah Bogor), dan lain-lain.

Karya-Karya
Jumlah tulisan-tulisan beliau yang ditinggalkan mencapai lebih kurang 54 buah judul, meliputi: tafsir, hadits, aqidah, fiqh, sejarah nabi, balaghah, nahwu, sharf, kisah-kisah, syi’iran, do’a, tuntunan modin, naskah sandiwara, khutbah-khutbah, dan lain-lain. Karya-karya tersebut dicetak oleh beberapa perusahaan percetakan yang biasa mencetak buku-buku pelajaran santri atau kitab kuning, di antaranya percetakan Salim Nabhan Surabaya, Progressif Surabaya, Toha Putera Semarang, Raja Murah Pekalongan, Al-Ma’arif Bandung dan yang terbanyak dicetak oleh Percetakan Menara Kudus. Karyanya yang paling monumental adalah Tafsir al-Ibriz (3 jilid), di samping kitab Sulamul Afham (4 jilid).

Karya-karya KH. Bisri Musthofa jika diklasifikasikan berdasarkan bidang keilmuan adalah sebagai berikut:

A. Bidang Tafsir
Selain tafsir al-Ibriz, KH. Bisri Musthofa juga menyusun kitab Tafisr Surat Yasin. Tafsir ini bersifat sangat singkat dapat digunakan para santri serta para da’I di pedasaan. Termasuk karya beliau dalam bidang tafsir ini adalah kitab al-Iksier yang berarti “Pengantar Ilmu Tafsir” ditulis sengaja untuk para santri yang sedang mempelajari ilmu tafsir.

B. Hadits
1. Sulamul Afham, terdiri atas 4 jidil, berupa terjamah dan penjelasan. Di dalamnya memuat hadits-hadits hukum syara’ secara lengkap dengan keterangan yang sederhana.
2. al-Azwad al-Musthofawiyah, berisi tafsiran Hadits Arba’in an-Nawaiy untuk para santri pada tingkatan Tsanawiyah.
3. al-Mandhomatul Baiquny, berisi ilmu Musthalah al-Hadits yang berbentuk nadham yang diberi nama.

C. Aqidah
1. Rawihatul Aqwam
2. Durarul Bayan
Keduanya merupakan karya terjemahan kitab tauhid/aqidah yang dipelajari oleh para santri pada tingkat pemula (dasar) dan berisi aliran Ahlussunnah wal Jama’ah. Karyanya di bidang aqidah ini terutama ditujukan untuk pendidikan tauhid bagi orang yang sedang belajar pad atingkat pemula.

D. Syari’ah
1. Sullamul Afham li Ma’rifati al-Adillatil Ahkam fi Bulughil Maram.
2. Qawa’id Bahiyah, Tuntunan Shalat dan Manasik Haji.
3. Islam dan Shalat.

E. Akhlak/Tasawuf
1. Washaya al-Abaa’ lil Abna
2. Syi’ir Ngudi Susilo
3. Mitra Sejati
4. Qashidah al-Ta’liqatul Mufidah (syarah dari Qashidah al-Munfarijah karya Syeikh Yusuf al-Tauziri dari Tunisia)

F. Ilmu Bahasa Arab
1. Jurumiyah
2. Nadham ‘Imrithi
3. Alfiyah ibn Malik
4. Nadham al-Maqshud.
5. Syarah Jauhar Maknun

G. Ilmu Mantiq/Logika
Tarjamah Sullamul Munawwaraq, memuat dasar-dasar berpikir yang sekarang lebih dikenal dengan ilmu Mantiq atau logika. Isinya sangat sederhana tetapi sangat jelas dan praktis. Mudah dipahami, banyak contoh-contoh yang dapat ditemukan dalam kehidupan sehari-hari.

H. Sejarah
1. An-Nibrasy
2. Tarikhul Anbiya
3. Tarikhul Awliya.

I. Bidang-bidang Lain
Buku tuntunan bagi para modin berjudul Imamuddien, bukunya Tiryaqul Aghyar merupakan terjemahan dari Qashidah Burdatul Mukhtar. Kitab kumpulan do’a yang berhubungan dengan kehidupan sehari-hari berjudul al-Haqibah (dua jilid). Buku kumpulan khutbah al-Idhamatul Jumu’iyyah (enam jilid), Islam dan Keluarga Berencana, buku cerita humor Kasykul (tiga jilid), Syi’ir-syi’ir, Naskah Sandiwara, Metode Berpidato, dan lain-lain.

Pemikiran
Tidak dapat dipungkiri, di dalam lingkungan kaum muslimin ada dua kecenderungan, yaitu kelompok tekstual-skripturalistik dan kelompok rasional. Kelompok tekstualis selalu menjadikan ayat al-Qur’an dan Hadits apa adanya sebagai dasar argumen, berpikir, dan bersikap. Sementara kelompok rasionalis selalu memberikan interpretasi rasional terhadap teks-teks keagamaan berdasarkan kemampuan akalnya.

KH. Bisri Musthofa tidak termasuk di antara kedua kelompok di atas. KH. Bisri Musthofa lebih cenderung berada di tengah-tengah antara tekstual-skripturalis dan rasionalis. Sebagaimana terlihat jelas dalam kitab tafsirnya, al-Ibruz, KH. Bisri Musthofa selalu memberikan tafsiran terhadap ayat-ayat mutasyabihat dengan mengambil beberapa pendapat para mufassir disertai dengan argumen-argumen yang beliau berikan sendiri. Dalam kitab tafsirnya itu tidak sedikit ditemukan uraian-uraian yang menyangkut ilmu sosial, logika, ilmu pengetahuan alam dan sebagainya.

Di bidang akhlak, KH. Bisri Musthofa termasuk orang yang sangat memprihatinkan kondisi kemorosotan moral generasi muda. Lewat karya-karyanya di bidang akhlak itulah KH. Bisri Musthofa menyampaikan nasihat-nasihatnya kepada generasi muda. Dalam kitab berbahasa Jawa Washoya Abaa li al-Abna, misalnya, beliau memberikan tuntunan-tuntunan seperti sikap taat dan patuh kepada orangtua, kerapihan, kebersihan, kesehatan, hidup hemat, larangan menyiksa binatang, bercita-cita luhur dan nasihat-nasihat baik lainnya. Sementara dalam karya yang berbentuk syair Jawa, yaitu kitab Ngudi Susila dan Mitra Sejati, KH. Bisri Musthofa menekankan sikap humanisme, kemandirian, rajin menuntut ilmu dan lain-lain.

Sedangkan pemikiran KH. Bisri Musthofa dalam bidang fiqh terlihat dalam pemikirannya mengenai Keluarga Berencana (KB). Menurutnya, manusia dalam berkeluarga diperbolehkan berikhtiar merencanakan masa depan keluarganya sesuai dengan kemampuan yang ada pada dirinya. Dalam pandangan KH. Bisri Musthofa, Keluarga Berencana diperbolehkan bila disertai dengan alasan yang pokok, yaitu untuk menjaga kesehatan ibu dan anak, dan meningkatkan pendidikan sang anak.

Wafat

Sebuah berita interlokal dari Drs. M. Zamroni di Semarang, mengabarkan bahwa KH Bisyri Musthofa wafat di Rumah Sakit Umum Daerah Semarang. Serangan jantung dan tekanan darah tinggi ditambah gangguan pada paru-paru yang menyebabkan proses kematiannya begitu cepat, hanya tiga hari saja. Musibah itu terjadi dua minngu setelah meninggalnya KH Muhammad Dahlan, mantan Menteri Agama. Keduanya adalah  ulama besar, keduanya tenaga-tenaga penting dalam perjuangan. Kepergiannya adalah suatu kehilangan amat besar. Yang patah memang bisa tumbuh, yang hilang dapat terganti. Tetapi, penggati itu bukan lagi Bisyri Musthofa…..!

Seminggu sebelumnya, di Jakarta, Bisri menyelesaikan kebarangkatan puteranya ke Arab Saudi, melanjutkan sekolah ke Riyadh. Menyelesaikan pula beberapa urusan dengan Majelis Syuro Partai Persatuan. Pulang dari Jakarta terus ke Jombang untuk suatu urusan dengan Rois ‘Aam KH Bisyri Syansuri. Sebenarnya telah terasa juga bahwa kesehatannya mulai terganggu, namun dipaksakan juga untuk mengajar para santri dalam pondok pesantren yang dipimpinnya di Rembang.

Selain itu, Bisri masih juga dipaksakan untuk menghadiri harlah partai, karena tak sampai hati menolak undangan mereka. Selesai menghadiri harlah partai, Bisri benar-benar tak sanggup lagi untuk menghadiri beberapa undangan yang memang padat direncanakannya sebelumnya.

KH Bisyri Musthofa memerintahkan puteranya untuk memanggil dokter, suatu hal yang dirasakan agak luar biasa karena beliau memang tidak biasa datang kepada dokter. Tekanan darahnya amat tinggi, keletihannya yang menumpuk menyebabkan timbulnya komplikasinya demikian berat hingga jantung dan paru-parunya tidak normal lagi. Kesanggupan tim dokter telah sampai di batas kemampuan mereka sebagai manusia sekalipun mereka bekerja keras. Allah SWT Maha Berkehendak lagi Maha Kuasa. Hari Rabu 16 Pebruari menjelang waktu ‘Ashar, KH Bisyri Musthofa 64 tahun, dipanggil keharibaanNya dalam husnul khatimah. Inna lillaahi wa innaa ilaihi raji’un!

Disembahyangi lebih dari duapuluh gelombang
Pak Idham Chalid Presiden Partai Persatuan dan Ketua Umum PBNU menugaskan saya untuk mewakili  DPP dan PBNU menghadiri pemakaman KH Bisyri Musthofa di Rembang esok harinya. Rembang kota di mana Ibu RA Kartini disemayamkan 73 tahun yang lampau, diliputi suasana mendung, kelabu hujan air mata. Puluhan ribu rakyat Jawa Tengah dan Jawa Timur membanjiri bekas ibu kota keresidenan itu dengan wajah-wajah murung menahan duka dan kesabaran. Tanggul kesabaran itu tiba-tiba jebol begitu pekikan ratap tangis para santri menyambut kedatangan mobil jenazah guru dan pemimpin mereka yang amat tercinta.

Musholla di tengah pesantren itu tidak mungkin bisa menanpung begitu banyak Umat Islam yang hendak menyembahyangkan almaghfurlah satu gelombang, dua gelombang, tiga gelombang dan seterusnya hingga lebih dari duapuluh gelombang jama’ah menyembahyangkan jenazah KH Bisyri Musthafa. Sejauh 1 km dari rumah kediaman menuju makam, jenazah itu dibiarkan diusung ribuan tangan tanpa bandosa tertutup, Ummat seolah-olah hendak meyakinkan kepada dirinya bahwa jasad yang membujur dalam kain kafan itu adalah benar-benar KH Bisyri Musthofa, seorang mubaligh yang jika diatas podium, kata-kata mutiaranya itu mengikat ratusan ribu hadirin hadirat menjadi satu, bukan lagi ratusan ribu manusia, tetapi Cuma satu. Satu dalam asas, satu dalam akidah, dan satu dalam tujuan.

Berpuluh-puluh ulama terkemuka, diantaranya KH Arwani dari Kudus, KH Ali Ma’sum dari Yogyakarta, KH Alwi dari Magelang, KH Muntaha dari Wonosobo, KH Sulaiman dari Purworejo, KH Ahmad Abdul Hamid dari Kendal, KH Muslih dari Mranggen Semarang, dan masih banyak lagi yang memimpin doa, Surat Yasin dan Tahlil yang diikuti oleh berpuluh-puluh ribu umat sepanjang jalan hingga ke makam (kuburan).

Gubernur Jawa Tengah Suparjo Rustam melepas jenazah dari Semarang, adapun Muspida setempat mewakili pemerintah daerah dalam upacara pemakaman. Tak satupun ulama yang sanggup menyelesaikan pidato sambutannya karena rasa haru yang mencekam menahan musibah dalam kesabaran.

sumber :

http://www.nu.or.id

ahmarembang.blogspot.com

Tags:

JAM’IYYAH

AHLITH THARIQAH AL MU’TABARAH AN NAHDLYYAH

Disusun oleh: KH M. Lailatul Qodri al-Lampuni*

Profil

Organisasi keagamaan ini bernama Jam’iyyah Ahlith Thoriqoh Al Mu’tabarah An Nahdliyyah yang merupakan satu-satunya wadah bagi para pengamal ajaran Thoriqoh yang menjadi badan Otonom Jam’iyah Nahdlatul Ulama.

Adalah Jam’iyyah Diniyyah yang berazaskan Islam Ala Ahlussunah wal Jama’ah dengan menganut salah satu dari madzhab 4 : Hanafi, Maliki, Syafi’i dan Hambali dalam bidang fiqih; menganut ajaran Al Asy’ariyah dan Al Maturidiyah dalam bidang aqidah dan menganut faham Al Khusyairi, Hasan Al Basri, Juned Al Baghdadi dan Al Ghazali dan sesamanya dalam bidang Tasawuf/Thoriqoh

Didirikan pada tanggal 20 Robi’ul Awwal 1377 H. bertepatan tanggal 10 Oktober 1957 M. di Ponpes Tegalrejo Magelang Jawa Tengah, disahkan oleh Muktamar NAHDLATUL ULAMA XXVI di Semarang bulan Rajab 1399 H. bertepatan bulan Juni 1979 M.

Tokoh Pendiri

1. KH. Abdul Wahab Hasbullah

2. KH. Bisri Syamsuri

3. KH. Dr. Idham Cholid

4. KH. Masykur

5. KH. Muslih

Jam’iyyah Ahlith Thoriqoh Al Mu’tabarah An Nahdliyyah berkedudukan di Ibu Kota Negara Republik Indonesia

SIFAT

Universal artinya : Thoriqoh memiliki sifat yang mendunia melampui batas-batas wilayah dan negara karena tiap-tiap aliran Thoriqoh walaupun diamalkan oleh tiap-tiap warga negara tetapi secara sanad masing-masing masih berhubungan antara satu dengan yang lainnya.

Sifat menyeluruh artinya pelaksanaan ajaran Thoriqoh sekaligus meliputi pelaksanaan Al Aqidah Al Syariah Al Muamalah dan Al Akhlaq yang bertujuan untuk Wushul Ila Allah.

Tertib dan terbimbing setiap pengamal Thoriqoh harus didasarkan kepada kitab-kitab yang muktabar dengan bimbingan para Mursyid.

Al Wushul Ila Allah, Thoriqoh adalah tidak semata-mata bentuk amalan bacaan atau dzikir untuk mencari pahala tetapi Thoriqoh bertujuan membentuk manusia seutuhnya, lahiriyah bathiniyah, yang bisa mengembangkan dan merasa didengar dan dilihat oleh Allah, atas dirinya sehingga dapat memiliki beberapa sifat Al Hauf, Ar Raja’, As Shidiq, Al Mahabbah, Al Wara’, Az Zuhud, As Syukur As Shabar, Al Khaya’ dan Al Khusyu’. Semuanya itu merupakan bagian dari syarat dalam mencapai mardhotillah.

Amanah; Fathonah; Shidik dan Tabligh, sebagai cahaya pancaran dari baginda nabi yang seharusnya mewarnai setiap anggota Thoriqoh, sehingga dari sifat-sifat tersebut dapat melahirkan sifat handarbeni dan menghargai segala pemberian hak individu dari lingkup yang kecil sampai yang besar baik yang diberikan oleh Allah SWT maupun pemberian oleh sebab manusia.

TUJUAN ORGANISASI

  • Mengusahakan berlakunya syari’at Islam dhohir batin dengan berhaluan ahlussunah wal-jamaah yang berpegang dari salah satu madzhab empat.
  • Mempergiat dan meningkatkan amal sholeh dhohir dan batin menurut ajaran Ulama’ Sholihin dengan Bai’ah Shohihah.
  • mengadakan dan menyelenggarkan pengajian khushushi / tawaj-juhan (majaalasatudzdzikri) dan nasril ulumunnafi’ah.

STRUKTUR ORGANISASI

  • Di tingkat pusat dinamakan Idaroh Aliyyah Jam’iyyah Thariqah Al-Mu’tabarah An-Nahdliyyah.
  • Di tingkat propinsi dinamakan Idaroh Wustha Jam’iyyah Ahlith Thariqah Al-Mu’tabarah An-Nahdliyyah.
  • di tingkat kabupaten/ kodya dinamakan Idaroh Syu’biyyah Jam’iyyah Ahlith Thariqah Al-Mu’tabarah An-Nahsliyyah
  • Di tingkat kecamatan dinamakan Idaroh Ghusniyyah Jam’iyyah Ahlith Thariqah Al-Mu’tabarah An-Nahdliyyah.
  • Di tingkat desa dinamakan Idaroh Sa’afiyyah Jam’iyyah Ahlith Thariqah Al-Mu’tabarah An-Nahdliyyah.

HUBUNGAN KERJA SAMA

  • Hubungan silaturrahim untuk memperkuat tali persaudaraan antar Mursyid (Muqaddam) Khalifah, Badal dan Muridin Muridah.
  • Mengadakan pertemuan dan musyawarah kerja antar Idaroh dan para Kholifah.

KEGIATAN POKOK

  • Menyiarkan dan mempergiat ajaran Islam terutama mu’taqot islam menurut faham ahlussunah wal-jama’ah (al asy’ariyyah wal ma’turidiyyah) dengan bijaksana.
  • Mengembangkan ma’rifat billah, dan mentarbiyyah (mendidik) tercapainya akhlaqul karimah kepada umat.
  • Mempererat dan memperkuat hubungan serta persatuan para Guru Mursyid, Khalifah, dan Muridin Muridat.
  • Mengusahakan tercapainya asy syariatul ghorro’ wath-thariqatil baidlo’ yakni syariat islam dan thariqah muttasil sanaduha bir-rosulillahi SAW.
  • Meningkatkan amar ma’ruf nahi munkar kepada ummat dengan cara hikmah dan mau’idhoh hasanah.
  • Mengadakan bai’atan, sewelasan, pengajian triwulan, pengajian bulanan, pengajian rutin mingguan, pengajian rutin harian.
  • Mengadakan haul akbar / manaqib qubra satu tahun tiga kali, tempatnya berpindah-pindah.

IDAROH/PENGURUS JATMN

IDAROH JAM’IYYAH AHLITH THARIQAH AL MU’TABARAH AN NAHDLYYAH (Masa Khidmah 2005 – 2010)

I. Majlis Ifta’

II. Ifadliyyah

Rais Am : KH. Habib M. Luthfi Ali bin Yahya

Wakil Rais Am : KH. Abdul Wahab Hafidz, LAS

Rais Awwal : KH. Asep Burhanudin

Rais Tsani : KH. Tuan Guru Turmudzi A. Ghani

Rais Tsalist : KH. Mudlofar Fathurrahman

Rais Rabi’ : KH. Prof. DR. KH. Muhibuddin Wali

Rais Khomis : KH. Ulin Nuha Arwani, AH

Rais Sadis : KH. Habib Muhammad Assegaf

Rais Sabi’ : KH. Dimyati Romli

Katib Am : KH. M. Zaini Mawardi

Wakil Katib Am : KH. Sa’id Lafif Luthfil Hakim,S.Ag

Katib Awwal : KH. Lukmanul Hakim

Katib Tsani : KH. M. Munajad

Katib Tsalits : KH. Abdul Wahid Zuhdi

Katib Robi’ : KH. Ahmad Rodli

Katib Khomis : KH. Baihaqi Izzuddin

Kaitb Sadis : KH. Abdul Kadir Syukur, LML

Katib Sabi’ : KH. Anis Mansyur

III. Imdloiyyah

Mudir Am : Drs. KH. M. Chabib Thoha, MA.

Wakil Mudir Am : KH. Drs. Thoha Abdurrahman

Mudir Awwal : KH. Hasan Amirudin

Mudir Tsani : KH. Hasbullah Badawi

Mudir Tsalits : KH. Abdun Nafi’ Abdullah Salam

Mudir Robi’ : KH. Zaenuddin Maksum, LC

Mudir Khomis : KH. Abdullah Sajad

Mudir Sadis : KH. Tamim Romli

Mudir Sabi’ : KH. Haidar

Sekretaris Jendral : Drs. KH. Muhammad Masroni

Wakil Sekjen : KH. Said Lafif Luthfi Hakim

Sekretaris Awwal : KH. Drs.Abdul Fatah Yasran

Sekretaris Tsani : KH. Dr. Hamdan Rosjid, MA

Sekretaris Tsalits : KH. Muslih Abdurrohim

Sekretaris Robi’ : KH. Drs. Muhammad Adib Zaen

Sekretaris Khomis : KH. Drs. Mirza Hasbullah

Seretaris Sadis : KH. Ahmadi Busyro

Sekretaris Sabi’ : KH. Drs. Hamdani Mu’in, MAg.

Aminus Shunduq Am : Ir. H. Muhammad Bambang Irianto

Wakil Aminusshunduq : H. Jhoni Abdullah

Aminus Shunduq Awwal : KH. Noehan Afandi

Aminus Shunduq Tsani : H. Trisno Adi

Aminus Shunduq Tsalits : H. Muhammad Bunarso

Aminus Shunduq Robi’ : H. Mahfudz

Aminus Shunduq Khomis : H. Zaenal Musthofa

Aminus Shunduq Sadis : H. Yos Sutomo

Aminus Shunduq Sabi’ : H. Bambang

IV. Imdadiyah

TIM PENYUSUN IMDADIYAH IDAROH ALIYAH JAM’IYYAH AHLI AL THARIQAHAL MU’TABARAH AN NAHDLIYYAH (Masa Khidmat 2005 – 2010)

A. LAJNAH MUSLIMAT THARIQAH

Koordinator : Syarifah Umi Salamah Luthfiy

Anggota : Hj. Chatijah

Anggota : Hj. Arifah

B. LAJNAH RABITHAH MA’AHID THARIQAH

Koordinator : KH. Hasyim Fatah

Anggota : KH. Nuril Anwar

Anggota : KH. Sholih Hudi Muhyidin

Anggota : Utz. Slamet Abdussalam

C. LAJNAH BAHTSUL MASAIL THARIQAH

Koordinator : KH. Zakariya Anshor

Anggota : KH. Zainal Arifin Maksum

Anggota : KH. Ahmad Sidiq

D. LAJNAH TA’LIF WAN NASER THARIQH

Koordinator : Ir. H. Nurhadi Syafi’i

Anggota : Drs. KH. Dian Nafi, M.Pd.

Anggota : KH. Ahmad Habib Syakir

Anggota : H. Mundir Halim

E. LAJNAH PEREKONOMIAN/IQTISHADIYAH THARIQAH

Koordinator : DR. KH. Muhammad Natsir, M.Si, Akt.

Anggota : KH. Habib Muhsin Al Atas

Anggota : Ir. H. Bagas b. Sunaryo

Anggota : Drs. H. Bahrudin Nahrowi

Anggota : H. Sunarto

F. LAJNAH HUBUNGAN LUAR NEGERI

Koordinator : Prof. KH. Sayid Aqil Husein Al Munawar, MA.

Anggota : Ir. Eng. Samson Nasaruddin.

Anggota : Prof. DR. H. Abdurrahman Mas’ud, MA.

Anggota : Drs. H. Abu Hapsin Umar, Ma, Ph.D

G. LAJNAH MANAJEMEN DAN PENGEMBANGAN SDM

Koordinator : Ir. H. Aman Subagyo Rahman, M.Sc.

Anggota : Drs. KH. Ahmad Djauhari, M.Pd.

Anggota : Drs. H. Syaiful Bahri

*Sekretaris JATMN PCI-NU Mesir 2006-2008

sumber:

http://thoriqoh-indonesia.org

http://thoriqoh-indonesia.blogspot.com

Tags:

[1] Susunan dan Bagian-bagian

Lambang Jam’iyyah Ahlith Thoriqoh Al Mu’tabaroh An Nahdliyyah terdiri atas 4 susunan warna dan 7 bagian:

1. Susunan warna hijau
2. Susunan warna hitam
3. Susunan warna putih
4. Susunan warna biru
Kemudian 7 bagian sebagai berikut:
1. Bintang sembilan
2. Tampar melingkar
3. Kitab ditumpuk berdiri
4. Ka’bah di tengah berdiri tegak
5. Kapal/ perahu besar.
6. Lautan bergelombang
7. Tulisan Huruf arab

[2] Isi dan Bentuk Lambang serta Warna
Lambang Jam’iyyah Ahlith Thoriqoh Al Mu’tabaroh An Nahdliyyah terdapat:
1. Bintang sembilan di luar tampar dan terletak di atas kapal, 5 buah dan yang atas sendiri paling besar, serta di bawah kapal 4 buah, yang mana bintang sembilah tersebut berwarna putih
2. Tampar berwarna putih melingkar di dalam bintang sembilah dan diikat wangsal dengan tidak erat.
3. kitab sebanyak 45 buah ditumpuk berdiri melingkari ka’bah dan berada di bawah tampar, kapal di atas dan berwarna putih
4. ka’bah berdiri tegak dan di tengah-tengah, serta kelihatan pintunya, dan berwarna hitam di atas dasar putih.
5. Kapal/perahu besar berwarna hitam berada di atas lautan, yang di tengahnya dituliskan “JAM’IYYAH AHLITH THARIQAH” dengan huruf arab berwarna putih.
6. Lautan bergelombang dan berwarna hitam-biru dan berada di bawah kapal/perahu besar.
7. Tulisan “AL MU’TABAROH AN NAHDLIYYAH” dengan huruf arab berbentuk melengkung, berwarna putih di atas dasar hijau dan berada di bawah lautan.

[3] Arti dan Warna dan Bagian
Di dalam lambang Jam’iyyah Ahlith Thariqah Al Mu’tabaroh An Nahdliyyah terdapat 4 warna:
1. Warna hijau, warna hijau sebagai dasar yang mempunyai arti hidup dan berkembang. Maksudnya: bahwa Jam’iyyah Ahlith Thariqah Al-Mu’tabarah An-Nahdliyyah adalah hidup dan berkembang dimana-mana daerah / kota maupun desa, untuk menuju ridlo Allah Subhanahu Wata’ala.
2. Warna hitam, warna hitam terdapat pada kitab, ka’bah dan kapal/ perahu yang mempunyai arti: teguh, abadi dan istiqomah. Maksudnya: bahwa pengikut-pengikut thariqah mu’tabarah nahdliyyah selalu berusaha meningkatkan keteguhan iman dan islam, mengabdikan amal sholeh dan pembangunan serta istiqomah ‘ala tho’atil-Lah wa tho’atir rosul wa ‘ulilamri.
3. Warna putih, warn putih terdapat pada bintang 9 (sembilan), dasar ka’bah dan kitab serta tulisan huruf arab yang mempunyai arti: bersih dan suci. Maksudnya: bahwa pengikut-pengikut Thariqah Mu’tabarah An-Nahdliyyah selalu meningkatkan kebersihan dhohir dan batin dari sifat madzmumat (tercela) menuju kepada sifat mahmudat (terpuji), baik kepada Allah sebagai kholiqnya atau kepada manusia sebagai sesama makhluknya.
4. Warna biru, warna biru hanya terdapat di dalam lautan, yang mempunyai arti damai dan dalam. Maksudnya: bahwa pengikut-pengikut Thariqah Mu’tabarah Nahdliyyah selalu melaksanakan dan meningkatkan serta menggalang persatuan dan perdamaian, untuk mengamalkan Syariat Islamiyyah Ahli Sunnah Wal Jama’ah dan Thariqiyyah menurut ajaran ‘Ulama Salafus Shalihin secara berhati-hati dan bijaksana.

Kemudian di dalam Jam’iyyah Ahlith Thoriqoh Al Mu’tabaroh An Nahdliyyah terdapat 7 (tujuh) bagian.
1. Bintang sembilan, mempunyai arti sebagai berikut:
2. Bahwa Thoriqoh Mu’tabaroh Nahdliyyah di Indonesia ini, pertama-tama dibawa/diajarkan oleh Walisongo (Wali 9).
3. Bintang 5 (lima) buah di atas melambangkan bahwa Jam’iyyah Ahlith Thoriqoh Al Mu’tabaroh An Nahdliyyah selalu berpegang dan mengamalkan ajaran Rosulullah serta ajaran Khulafa’ur Rasyidin (Abu Bakar, Umar, Utsman, Ali) dan melaksanakan Pancasila.
4. Bintang 4 buah di bawah menunjukkan bahwa Jam’iyyah Ahlith Thariqah Al Mu’tabaroh An Nahdliyyah selalu berpegang Al-Quran, Hadits, Ijma’ dan Qiyas serta berhaluan Ahlus Sunnah Wal Jama’ah ‘Ala Ahadi Madzahibil Arba’ah (Hanafi, Maliki, Syafi’i dan Hambali) dan melaksanakan UUD ’45 (4, terdapat empat buah bintang dibawah dan 5, terdapat lima buah bintang di atas).

5. Tampar melingkar dan diikat wangsal dengan tidak erat, mempunyai arti sebgai berikut:
1. Bahwa Jam’iyyah Ahlith Thariqah Al-Mu’tabarah An-Nahdliyyah selalu berpegang teguh pada Hablullah (agama Allah / agama Islam)
2. Bahwa jam’iyyah ahlith thariqah al-mu’tabarah an-nahdliyyah selalu menggalang persatuan dan kesatuan yang kokoh dan sentosa.
3. Bahwa Jam’iyyah Ahlith Thariqah Al-Mu’tabarah An-Nahdliyyah selalu terbuka untuk semua orang Islam Ahlus Sunnah Wal Jamaah ‘Ala Ahadi Madzahibil Arba’ah, yang berminat.

6. Kitab sebanyak 45 buah yang ditumpuk berdiri melingkari ka’bah mempunyai arti sebagai berikut:
1. Bahwa jumlah Thariqah Mu’tabarah Nahdliyyah sebanyak 45 macam (berbeda namanya tetapi sama tujuannya).
2. Penganut-penganut Thariqah Mu’tabarah Nahdliyyah selalu taat dan melaksanakan hukum-hukum Allah SWT dan Rasul-Nya dan peraturan-peraturan pemerintah Republik Indonesia, selama tidak bertentangan dengan Syariat Islam.
3. Tokoh-tokoh Thariqah Mu’tabarah Nahdliyyah secara ikhlash dan gigih banyak yang ikut memperjuangkan kemerdekaan republik Indonesia tahun 1945.

7. Ka’bah berdiri tegak di tengah-tengah, mempunyai arti sebagai berikut:
1. Ke-Tauhidan, maksudnya: peserta Thariqah Al-Mu’tabarah An-Nahdliyyah selalu ma’rifat atas ke-Esaan Allah Subhanahu Wata’ala.
2. Keabadian, maksudnya: peserta Thariqah Al-Mu’tabarah An-Nahdliyyah tidak akan goyah iman, islam dan ihsannya karena suatu hal.
3. Istiqomah, maksudnya: peserta Thariqah Al-Mu’tabarah An-Nahdliyyah selalu melaksanakan amal sholeh di mana saja berada dan pada waktu kapan saja.

8. Kapal/ perahu besar mempunyai arti sebagai berikut:
1. Syari’at Islam, maksudnya bahwa Thariqah Mu’tabaroh Nahdliyyah tidak dapat dipisahkan dengna Syari’at Islam dan bangsa Indonesia yang terbesar memeluk agama Islam.
2. Sebagai alat untuk menuju keselamatan dan kebahagiaan dunia dan akhirat
3. Bercita-cita besar dan tinggi serta mulia untuk mohon Ridlo Allah.

9. Lautan bergelombang, mempunyai arti sebagai berikut:
1. Ilmu thoriqoh lebih dalam daripada ilmu syari’at.
2. Ilmu thoriqoh adalah salah satu jalan untuk lebih mendekatkan diri kepada Allah SWT. dan untuk perdamaian bangsa.
3. Amalan thoriqoh adalah amalan yang sangat terpuji baik bagi Allah SWT. maupun bagi manusia.

10. Tulisan huruf arab yang berbunyi “JAM’IYYAH AHLITH THORIQOH AL MU’TABAROH AN NAHDLIYYAH” bermaksud sebagai berikut:
1. Bahwa Thoriqah Mu’tabaroh Nahdliyyah ini adalah organisasi Islam yang menjadi salah satu niven Jam’iyyah Nahdlatul Ulama’ (keputusan muktamar NU ke-26 di Semarang pada bulan Rojab 1399 H. bertepatan dengan bulan Juli 1979 M.) yang dikukuhkan oleh Pengurus Besar Nahdlatul Ulama dengan surat keputusan nomor: 13/Syur.PB/V/1980 tertanggal 21 Robi’ul Akhir 1400 H. bertepatan dengan tanggal 6 Mei 1980 M.
2. bahwa Thoriqoh Mu’tabaroh Nahdliyyah ini sambung menyambung sampai kepada Nabi Besar Muhammad SAW. Beliau dari malaikat Jibril AS. Malaikan Jibril dari Allah ‘Azza wa Jalla.
3. Bahwa Jam’iyyah ini selalu bergerak dan melaksanakan pembangunan fisik/material dan mental/spiritual.